49. TAFSIR SURAT ALHUJARAAT
Tafsir dan Asbabun Nuzul Surat Al-Hujuraat
Surat
Al-Hujuraat adalah surat ke-49 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 18 ayat. Surat
ini berisi pedoman penting tentang adab dan etika, baik kepada Allah,
Rasul-Nya, maupun sesama manusia. Nama "Al-Hujuraat" berasal dari
kata "hujurat" (kamar-kamar) yang muncul dalam ayat ke-4, merujuk
pada kamar-kamar istri-istri Nabi Muhammad ﷺ.
Berikut
adalah tafsir dan asbabun nuzul dari beberapa ayat utama dalam Surat
Al-Hujuraat:
1. Asbabun
Nuzul dan Tafsir Ayat 1-2
Ayat 1: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Asbabun
Nuzul: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan beberapa sahabat yang terburu-buru
memberikan pendapat di depan Nabi Muhammad ﷺ tanpa menunggu keputusan atau wahyu dari
Allah. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ini terjadi ketika Nabi sedang
menerima delegasi dari suku-suku Arab, dan beberapa sahabat memberikan saran
sebelum Nabi ﷺ memberikan arahan.
Tafsir: Ayat
ini mengajarkan agar kaum Muslimin menghormati keputusan Allah dan Rasul-Nya.
Mereka harus menahan diri dari memberikan pendapat atau bertindak tanpa
terlebih dahulu menunggu arahan dari wahyu atau keputusan Nabi. Allah
mengingatkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan
perintah-Nya dan tidak boleh mendahului-Nya.
Ayat 2: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا
تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ
أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari
suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras seperti
kerasnya suara sebagian kamu kepada sebagian yang lain, agar tidak hapus
(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.”
Asbabun
Nuzul: Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar yang dalam suatu
pertemuan di depan Nabi Muhammad ﷺ berbicara dengan suara yang agak keras
saat berdiskusi. Allah menurunkan ayat ini sebagai peringatan agar mereka lebih
menjaga adab ketika berbicara di hadapan Nabi.
Tafsir: Ayat
ini mengajarkan umat Islam untuk menjaga adab ketika berhadapan dengan Nabi
Muhammad ﷺ. Mereka tidak boleh
mengangkat suara lebih tinggi dari suara Nabi, karena hal itu dianggap tidak
sopan dan dapat menghapuskan pahala amalan mereka. Allah menegaskan bahwa
meninggikan suara di hadapan Nabi merupakan bentuk ketidakhormatan.
2. Asbabun
Nuzul dan Tafsir Ayat 4
Ayat 4: إِنَّ الَّذِينَ
يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar kamar-kamar (istrimu),
kebanyakan mereka tidak mengerti.”
Asbabun
Nuzul: Ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok orang dari suku Bani Tamim
yang datang untuk menemui Nabi Muhammad ﷺ. Mereka memanggil Nabi dengan suara keras
dari luar kamarnya, tanpa memperhatikan adab. Allah menegur perilaku mereka
melalui ayat ini.
Tafsir: Ayat
ini menekankan pentingnya adab dalam berbicara dan berinteraksi dengan Nabi.
Memanggil Nabi dengan suara keras dari luar kamar adalah tindakan yang tidak
sopan dan menunjukkan kurangnya pemahaman tentang etika. Allah mengkritik
perilaku tersebut dan mengingatkan bahwa mereka yang berbuat demikian kurang
memahami adab yang seharusnya.
3. Asbabun
Nuzul dan Tafsir Ayat 6
Ayat 6: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.”
Asbabun
Nuzul: Ayat ini turun berkenaan dengan seorang sahabat bernama Walid bin Uqbah
yang dikirim oleh Nabi untuk mengumpulkan zakat dari Bani Mustaliq. Ketika
Walid tiba, ia mengira suku tersebut ingin membunuhnya, sehingga ia melaporkan
kepada Nabi bahwa mereka tidak mau membayar zakat. Namun, setelah diselidiki,
ternyata laporan tersebut salah, dan suku itu tetap setia membayar zakat.
Tafsir: Ayat
ini mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk berhati-hati dalam menerima dan
menyebarkan berita. Jika berita itu datang dari orang yang tidak dikenal
kejujurannya (fasik), maka harus diteliti dan diperiksa kebenarannya. Ini
adalah peringatan untuk menghindari fitnah atau tindakan yang tidak adil
berdasarkan informasi yang salah.
4. Asbabun
Nuzul dan Tafsir Ayat 10
Ayat 10: إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat.”
Asbabun
Nuzul: Ayat ini diturunkan berkaitan dengan dua kelompok sahabat dari kaum
Ansar yang berselisih, yaitu suku Aus dan Khazraj. Ketika mereka hampir
berperang karena salah paham, Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat berhasil mendamaikan
mereka. Allah menurunkan ayat ini untuk menegaskan pentingnya menjaga persatuan
dan mendamaikan perselisihan di antara orang-orang beriman.
Tafsir: Ayat
ini menekankan bahwa orang-orang yang beriman adalah saudara satu sama lain.
Oleh karena itu, jika ada perselisihan di antara mereka, kaum Muslimin wajib
mendamaikan pihak-pihak yang berselisih. Persaudaraan dalam Islam harus
dipertahankan dengan saling membantu dan mendamaikan, serta bertakwa kepada
Allah dalam setiap tindakan.
5. Tafsir
Ayat 11-12 (Larangan Mengejek, Berprasangka Buruk, dan Menggunjing)
Ayat 11:
Ayat ini melarang orang-orang beriman untuk saling mengejek, mencela, atau
merendahkan orang lain. Allah menegaskan bahwa mungkin orang yang diejek lebih
baik di sisi Allah daripada orang yang mengejek. Larangan ini juga mencakup
penyebutan gelar-gelar yang merendahkan.
Ayat 12:
Ayat ini mengajarkan untuk menjauhi prasangka buruk, karena sebagian prasangka
adalah dosa. Selain itu, Allah melarang umat Islam untuk mencari-cari kesalahan
orang lain dan bergunjing, karena menggunjing diibaratkan seperti memakan
daging saudaranya yang sudah mati, yang merupakan tindakan yang sangat dibenci.
Kesimpulan:
Surat
Al-Hujuraat mengajarkan adab yang sangat tinggi dalam bermuamalah, baik kepada
Allah dan Rasul-Nya, maupun kepada sesama Muslim. Surat ini menekankan
pentingnya menjaga persaudaraan, menghindari prasangka buruk, dan menjaga
kehormatan sesama. Pesan utama dari surat ini adalah bahwa keimanan harus
tercermin dalam tindakan dan sikap yang penuh dengan akhlak mulia.
Tafsir Surat
Al-Hujurat Ayat 4
Ayat: إِنَّ الَّذِينَ
يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar kamar-kamar (istrimu),
kebanyakan mereka tidak mengerti.”
Tafsir:
Ayat ini
menegur sekelompok orang yang memanggil Nabi Muhammad ﷺ dengan cara yang tidak sopan dari luar
kamar-kamar (hujurat) tempat beliau tinggal bersama istri-istrinya. Mereka
tidak sabar menunggu Nabi keluar dan malah memanggilnya dengan suara keras.
Konteks ini
merujuk pada kejadian ketika beberapa orang dari suku Bani Tamim datang untuk
menemui Nabi ﷺ. Mereka tidak memahami etika ketika berinteraksi dengan Nabi
dan berteriak memanggil beliau dari luar kamarnya. Hal ini menunjukkan
kurangnya adab dan penghormatan yang seharusnya diberikan kepada Nabi sebagai
utusan Allah.
Allah
menjelaskan bahwa tindakan seperti itu dilakukan oleh orang-orang yang
"tidak mengerti." Artinya, mereka tidak memahami adab yang seharusnya
diterapkan ketika berhadapan dengan Nabi. Ayat ini menjadi pelajaran penting
bagi umat Islam untuk bersikap sopan dan beradab ketika berinteraksi dengan
pemimpin, terutama Nabi Muhammad ﷺ.
Pelajaran
dari Ayat:
1.
Pentingnya Adab: Ayat ini menekankan pentingnya adab dan penghormatan kepada
Rasulullah ﷺ. Umat Islam harus
bersikap lembut dan tidak kasar dalam berbicara kepada beliau.
2. Kesabaran
dalam Berkomunikasi: Kita diajarkan untuk bersabar dan tidak mendesak dalam
berkomunikasi, terutama dalam situasi-situasi yang menuntut penghormatan kepada
orang-orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya.
3.
Menghindari Kekasaran: Allah mencela tindakan memanggil Nabi dengan suara keras
dari luar kamar. Ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, di mana
kita harus menghindari berbicara kasar atau keras kepada siapa pun, terutama
kepada orang-orang yang memiliki kedudukan mulia.
Secara
keseluruhan, ayat ini adalah pengingat untuk selalu menjaga etika dalam
berinteraksi dengan orang lain, terutama mereka yang memiliki status penting
dalam agama dan masyarakat.
Tafsir
Surat Al-Hujurat Ayat 11-12
Ayat 11:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا
مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ
وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ
الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰئِكَ هُمُ
الظَّـٰلِمُونَ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum
yang lain, bisa jadi mereka (yang direndahkan) lebih baik daripada mereka (yang
merendahkan). Dan jangan pula perempuan-perempuan (merendahkan) perempuan lain,
bisa jadi perempuan (yang direndahkan) lebih baik daripada perempuan (yang
merendahkan). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang
buruk sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim."
Tafsir Ayat
11:
Dalam ayat
ini, Allah SWT melarang umat Islam untuk merendahkan, mengejek, atau mencemooh
orang lain. Larangan ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Seringkali, manusia tergoda untuk merasa lebih unggul dan memandang rendah
orang lain, namun Allah mengingatkan bahwa orang yang direndahkan mungkin
justru lebih baik di mata Allah.
Allah juga
melarang umat Islam untuk memanggil atau menyebut orang lain dengan gelar-gelar
buruk atau julukan yang merendahkan, karena hal itu bisa menghancurkan harga
diri orang tersebut. Memanggil dengan julukan yang buruk setelah seseorang
beriman dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak terpuji.
Pelajaran
dari Ayat 11:
1.
Menghindari Ejekan dan Merendahkan Orang Lain: Tidak boleh merendahkan siapa
pun, karena hanya Allah yang mengetahui siapa yang lebih mulia di sisi-Nya.
Seseorang yang dianggap rendah di dunia bisa jadi lebih tinggi derajatnya di
sisi Allah.
2. Tidak
Memanggil dengan Julukan yang Buruk: Panggilan buruk atau julukan yang menghina
adalah tindakan yang menyalahi etika Islam, dan dapat mencederai kehormatan
serta martabat sesama Muslim.
3.
Pentingnya Tobat: Orang yang melakukan hal-hal yang dilarang di ayat ini,
seperti mengejek atau memberikan julukan buruk, diharuskan untuk bertaubat.
Jika tidak, mereka dianggap termasuk golongan orang-orang yang zalim.
Ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًۭا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌۭ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian
yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Tafsir Ayat
12:
Dalam ayat
ini, Allah SWT melarang kaum Muslimin dari tiga perbuatan tercela:
1.
Berprasangka Buruk (Su’udzon): Allah melarang umat Islam untuk berprasangka
buruk kepada sesama, karena sebagian prasangka itu mengandung dosa.
Berprasangka buruk tanpa bukti bisa menimbulkan ketidakadilan dan fitnah.
2.
Mencari-cari Kesalahan Orang Lain (Tajassus): Islam melarang mencari-cari
kesalahan atau aib orang lain. Setiap individu memiliki aib dan kelemahan, dan
kita diperintahkan untuk menutupinya, bukan mengungkap atau menggunakannya
sebagai bahan fitnah.
3.
Menggunjing (Ghibah): Allah memberikan perumpamaan yang sangat kuat tentang
menggunjing, yaitu diibaratkan seperti memakan daging saudara sendiri yang
sudah mati, sesuatu yang sangat menjijikkan. Ghibah atau membicarakan keburukan
orang lain tanpa sepengetahuannya adalah tindakan yang sangat tercela dan
dilarang keras dalam Islam.
Pelajaran
dari Ayat 12:
1. Hindari
Prasangka Buruk: Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk tidak mudah
berprasangka buruk terhadap orang lain. Sebagian besar prasangka buruk tidak
berdasarkan bukti dan bisa menyebabkan dosa.
2. Jangan
Mencari-cari Kesalahan Orang Lain: Setiap individu harus menjaga kehormatan
sesamanya dan tidak mencari-cari aib atau kesalahan orang lain. Islam
mengajarkan untuk menutupi kekurangan sesama Muslim.
3. Larangan
Ghibah: Ghibah sangat dilarang dalam Islam karena bisa merusak hubungan sosial
dan menyebabkan permusuhan. Kita harus selalu menjaga lisan dari perkataan yang
bisa menyakiti atau merugikan orang lain.
4. Takwa dan
Tobat: Ayat ini diakhiri dengan perintah untuk bertakwa dan diingatkan bahwa
Allah adalah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang. Setiap Muslim yang
terjerumus ke dalam perilaku tercela ini harus segera bertaubat dan kembali
kepada Allah dengan penuh kesadaran.
Kesimpulan
dari Ayat 11 dan 12:
Kedua ayat
ini berfokus pada adab sosial dan menjaga hubungan baik antar sesama Muslim.
Allah memerintahkan umat Islam untuk menghindari perilaku buruk seperti
mengejek, berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan, dan menggunjing. Semua
tindakan ini dapat merusak keharmonisan dan persaudaraan dalam masyarakat
Islam. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk menjaga kehormatan, berbaik sangka,
dan selalu bertakwa kepada Allah SWT.
Penjelasan
Ayat 11 dan 12 Surat Al-Hujurat dengan Hadits, Definisi Setiap Kata, dan Contoh
dalam Kehidupan
Surat
Al-Hujurat Ayat 11
Teks Ayat: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا
مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ
وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ
الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰئِكَ هُمُ
الظَّـٰلِمُونَ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum
yang lain, bisa jadi mereka (yang direndahkan) lebih baik daripada mereka (yang
merendahkan). Dan jangan pula perempuan-perempuan (merendahkan) perempuan lain,
bisa jadi perempuan (yang direndahkan) lebih baik daripada perempuan (yang
merendahkan). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang
buruk sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim."
Definisi
Kata-Kata Kunci:
1. يسخر (yaskhar) -
Merendahkan atau mengejek.
2. يلمز (yalmiz) - Mencela
atau menyakiti perasaan.
3. ألقاب (alqab) - Gelar
atau julukan yang merendahkan.
4. الفسوق (al-fusuq) -
Tindakan fasik atau pelanggaran setelah beriman.
Hadits yang
Relevan:
1. Dari Abu
Hurairah r.a., Nabi ﷺ bersabda:
>
"Cukuplah seseorang dianggap melakukan keburukan jika dia meremehkan
saudaranya sesama Muslim." (HR. Muslim)
2. Dari Abu
Darda’ r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
>
"Barang siapa menjaga kehormatan saudaranya dari gunjingan, Allah akan
menjaga wajahnya dari api neraka pada hari kiamat." (HR. Tirmidzi)
Contoh dalam
Kehidupan Sehari-Hari:
Merendahkan
Sesama: Seorang siswa yang mengejek temannya karena nilai yang lebih rendah
atau kondisi fisiknya. Dalam Islam, perbuatan ini dilarang karena hanya Allah
yang tahu siapa yang lebih mulia di sisi-Nya
Memberi
Julukan Buruk: Memanggil teman dengan julukan yang tidak disukai, seperti “si
gendut” atau “si bodoh.” Ini adalah perbuatan yang bisa melukai perasaan orang
lain, bahkan merusak persaudaraan.
Mencela Diri
Sendiri: Hal ini bisa diartikan sebagai saling mencela sesama Muslim, karena
dalam Islam, setiap Muslim dianggap satu tubuh. Jika kita mencela seorang
Muslim, sama saja kita mencela diri sendiri.
Pelajaran
dari Ayat 11:
Hindari
sikap mengejek dan menghina, karena orang yang diremehkan bisa saja lebih baik
di sisi Allah.
Islam
mengajarkan untuk memuliakan sesama, bahkan melalui cara kita berbicara dan
memanggil orang lain.
Selalu
bertobat jika kita sudah melakukan perbuatan yang dilarang dalam ayat ini.
Surat
Al-Hujurat Ayat 12:
Teks Ayat: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًۭا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌۭ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian
yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Definisi
Kata-Kata Kunci:
1. الظن (az-zhan) -
Prasangka, biasanya diartikan sebagai asumsi buruk tanpa dasar.
2. تجسس (tajassus) -
Mengintai atau mencari kesalahan orang lain.
3. غيبة (ghibah) -
Menggunjing, yaitu membicarakan keburukan orang lain di belakangnya.
Hadits yang
Relevan:
1. Nabi ﷺ bersabda:
>
"Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dustanya perkataan.
Jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan saling memata-matai, jangan
saling mendengki, jangan saling membenci, dan jangan saling berpaling. Jadilah
hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Tentang
ghibah, Nabi ﷺ bersabda:
>
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu kamu menyebutkan sesuatu yang tidak
disukai saudaramu di belakangnya.” Kemudian para sahabat bertanya, “Bagaimana
jika apa yang saya katakan itu benar?” Beliau menjawab, “Jika benar, maka itu
ghibah. Jika tidak benar, maka itu adalah fitnah.” (HR. Muslim)
Contoh dalam
Kehidupan Sehari-Hari:
Prasangka
Buruk: Misalnya, melihat seseorang dengan penampilan sederhana lalu berpikir
bahwa orang tersebut mungkin kurang berpendidikan atau miskin. Prasangka tanpa
bukti ini bisa melahirkan dosa.
Mencari
Kesalahan Orang Lain: Sering terjadi di media sosial, di mana seseorang mencari
kesalahan publik figur atau teman untuk dibicarakan. Tindakan ini sangat
dilarang dalam Islam.
Menggunjing
(Ghibah): Ketika seseorang membicarakan kekurangan atau kesalahan orang lain di
belakangnya, ini disebut ghibah. Hal ini bisa terjadi dalam lingkungan kerja
atau pertemanan, saat membicarakan seseorang dengan maksud mempermalukan atau
merendahkannya.
Pelajaran
dari Ayat 12:
1.
Menghindari Prasangka Buruk: Prasangka yang buruk tanpa bukti adalah perbuatan
tercela. Kita diajarkan untuk berprasangka baik atau menjaga diri dari
asumsi-asumsi yang tidak berdasar.
2. Tidak
Mencari Kesalahan Orang Lain: Setiap individu sebaiknya sibuk memperbaiki diri
sendiri daripada mencari-cari kesalahan orang lain. Islam menekankan pentingnya
menjaga kehormatan orang lain.
3. Menjaga
dari Ghibah: Ghibah adalah tindakan yang dianggap sangat buruk dalam Islam.
Menggunjing saudara sesama Muslim ibarat memakan dagingnya saat ia mati, yang
mengisyaratkan betapa jijik dan buruknya perbuatan ini.
4. Takwa dan
Tobat: Ayat ini diakhiri dengan anjuran untuk bertakwa dan bertobat, karena
Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Setiap Muslim yang terjebak dalam
perilaku ini dianjurkan untuk segera bertobat dan memperbaiki diri.
Kesimpulan:
Ayat 11 dan 12 dari Surat Al-Hujurat mengajarkan kita untuk menjaga adab dalam
pergaulan, menghindari sikap merendahkan, dan selalu menghormati kehormatan
serta privasi sesama. Sikap ini tidak hanya akan menjaga keharmonisan dalam
bermasyarakat, tetapi juga mencerminkan akhlak Islam yang luhur dan memperkuat
persaudaraan umat Muslim.
Berikut
adalah teks Arab dari hadits-hadits yang relevan dengan penjelasan ayat 11 dan
12 Surat Al-Hujurat:
1. Hadits
tentang larangan merendahkan orang lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْتَقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ.
Artinya:
"Cukuplah seseorang dianggap melakukan keburukan jika dia meremehkan
saudaranya sesama Muslim." (HR. Muslim)
2. Hadits
tentang menjaga kehormatan saudara dari gunjingan:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ
اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Artinya:
"Barang siapa menjaga kehormatan saudaranya dari gunjingan, Allah akan
menjaga wajahnya dari api neraka pada hari kiamat." (HR. Tirmidzi)
3. Hadits
tentang prasangka, mencari kesalahan, dan ghibah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا تَحَسَّسُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا
وَلَا تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا.
Artinya:
"Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dustanya perkataan.
Jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan saling memata-matai, jangan
saling mendengki, jangan saling membenci, dan jangan saling berpaling. Jadilah
hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Hadits
tentang definisi ghibah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: أَتَدْرُونَ مَا الْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا:
اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ:
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا
تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ.
Artinya:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu kamu menyebutkan sesuatu yang tidak
disukai saudaramu di belakangnya.” Kemudian para sahabat bertanya, “Bagaimana
jika apa yang saya katakan itu benar?” Beliau menjawab, “Jika benar, maka itu
ghibah. Jika tidak benar, maka itu adalah fitnah.” (HR. Muslim)
Komentar
Posting Komentar